Jambi - Stasiun Meteorologi Kelas 1 Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika ( BMKG) Provinsi Jambi memprediksi puncak musim kemarau akan terjadi pada Juni - Agustus 2019 mendatang. Pasalnya pada Mei ini merupakan masa transisi peralihan musim.

Kepala Seksi Data dan Informasi Kurnia Ningsih mengatakan, peralihan musim tersebut biasanya memakan waktu selama satu bulan saja. Namun potensi terjadinya cuaca ekstrim di saat peralihan cenderung lebih besar.

"Sebab ketika peralihan itu dari 3-5 hari tidak ada hujan, yang pada akhirnya dari karateristik musim peralihan bisa terjadi angin kencang secara tiba-tiba," ujarnya, Senin (13/5/2019).

Untuk cuaca satu minggu ke depan, di Kota Jambi khususnya, dan di Provinsi Jambi umumnya, akan berawan, kering, dan panas. Sedangkan potensi hujan hanya sedikit sekali, terjadi di wilayah Jambi bagian Timur seperti Muaro Jambi, Tanjung Jabung Barat, dan Tanjung Jabung Timur.

Selanjutnya, Ningsih menyampaikan jika wilayah kota Jambi suhu maksimal ditanggal 8 Mei mencapai 33,5 derajat celcius dan di tanggal 9 Mei kemarin berada di 33,0 derajat. "Ini terbilang masih dalam kondisi normal, karena suhu dikatakan ekstrim jika sudah mencapai 36 derajat celcius," terangnya.

Ningsih juga menyebut, kondisi cuaca dimasa peralihan memang cenderung berubah-ubah, kadang kala disaat siang begitu panas namun malamnya tiba-tiba hujan. Dengan suhu panas maksimal terjadi di jam 14.00 WIB. 

Kendati demikian, Ningsih menyebut, dari prakiraan cuaca bahwasanya di minggu depan cuacanya agak lebih basah, karena, katanya akan terjadi potensi hujan. "Diprediksi nanti di minggu depan akan hujan," tuturnya.

Sedangkan potensi terjadinya puncak kemarau, menurutnya, prakiraan terjadi di awal Juni dan akan berlangsung selama beberapa bulan, yaitu hingga Agustus mendatang. Bahkan bisa sampai September. 

Namun, musim kemarau ekstrim sendiri, disebutkan Ningsih pernah terjadi di tahun 2015 lalu. Dimana pada tahun itu terjadinya fenomena alam El Nino kuat. Itu berlangsung selama tiga bulan yang juga terdampak kabut asam di Jambi.

"Semoga di tahun ini tidak terjadi kemarau sekering empat tahun silam. Sebab tahun 2019 ini, adanya pengurangan terjadinya El Nino lemah hingga netral. Artinya, bisa saja kemaraunya menjadi sedikit lebih kering dibandingkan tahun 2018, karena tahun kemarin itu cenderung banyak hujan," jelasnya.

Berdasarkan hasil analisis data rata-rata 30 tahun terakhir (1981-2010), secara klimatologis wilayah Indonesia memiliki 407 pola iklim, dimana 342 pola merupakan Zona Musim (ZOM) terdapat perbedaan yang jelas antara periode musim hujan dan musim kemarau, sedangkan 65 pola lainnya adalah Non Zona Musim (Non ZOM).

Daerah Non ZOM pada umumnya memiliki 2 kali maksimum curah hujan dalam setahun (pola Ekuatorial) atau daerah dimana sepanjang tahun curah hujannya selalu tinggi atau rendah.

Untuk di Jambi sendiri, Ningsih mengatakan terbagi dalam 21-27 ZOM. ZOM ini hanya untuk membedakan kapan terjadinya musim kemarau.

Oleh karena itu, dirinya menghimbau, terlebih kepada masyarakat yang sedang melaksanakan ibadah puasa, untuk mengurangi aktivitas diluar ruangan atau diluar rumah.

"Jika sekiranya tidak begitu penting dalam menjalankan aktivitas diluar rumah. Selanjutnya banyak mengkonsumsi air putih pada sahur maupun berbuka," pungkasnya. (uya)