Jambi - Puluhan mahasiswa yang tergabung dalam Forum Pers Mahasiswa Jambi (FPMJ) dan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) menggelar aksi solidaritas terhadap Persma Suara Universitas Sumatera Utara (USU) di simpang empat Bank Indonesia, Telanai Pura, Kota Jambi. Kamis (4/4/2019)

Aksi ini juga bertujuan untuk menyampaikan aspirasi dan wujud ekpresi keprihatinan kondisi kebebasan penyampaikan informası di seluruh perguruan tinggi yang oleh pers mahasiswa. Aksi ini dilakukan dengan pembacaan tuntunan dan pembentangan spanduk-sparduk pesan berisikan kekewatiran pers mahasiswa ketika menyampaikan informasi. 

Dalam aksi tersebut, mengecam Rektor USU untuk segera mencabut surat Keputusan Rektor Universitas Sumatera Utara yang tertuang dalam Nomor 1319/UN5.1.R/SKJKMS/2019 tentang perubahan SK Rektor Nomor 1026/UN.5.1.R/SK/KMS/2019 pada tanggal 26 Maret 2019 yang berarti pemecatan 18 pengurus Suara USU. 

"Kita meminta Rektor USU segera mencabut surat keputusan pencabutan status keanggotaan seluruh awak redaksi Suara USU dan memberikan jaminan kemerdekaan berekspresi, berpendapat, dan menyampaikan intormasi," ujar Hidayat, Koordinator lapangan FPMJ. 

Selain itu, mereka juga mengingatkan kepada seluruh perguruan tinggi di Indonesia agar dapat menghormati dan mendukung pemenuhan hak lembaga pers mahasiswa dalam mencari, mengolah, dan menyebarkan informasi melalui karya jurnalistik. 

Sementara itu, Ketua AJI Kota Jambi, Ramond menyebutkan tidak hanya Persma Suara USU yang mengalami hal seperti ini, bahwa lemahnya perlindungan persma mengenai kemerdekaan berekspresi, berpendapat, dan menyampaikan informasi. 

"Berdasarkan catatan FAA PPMI sejumlah kasus serupa juga dialami oleh lembaga pers mahasiswa di berbagai kampus," sebutnya. 

Tahun 2014, pihak kampus Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) merampas dan melarang peredaran Buletin Expedisi karya LPM Ekspresi yang berisi pemberitaan mengenai pelaksanaan orientasi studi dan pengenalan kampus (Ospek) yang dianggap bermasalah. Pada 2015, LPM Lentera, Universitas Kristen Satya Wacana di Salatiga juga mengalami hal serupa.

Majalah Lentera ditarik dan dilarang beredar oleh rektorat dan polisi lantaran laporan mereka tentang sejarah peristiwa 1965 di Salatiga Selanjutnya pada 2016. LPM Poros UAD Yogyakarta sempat dibekukan karena mengkritik pembangunan Fakultas Kedokteran di kampus tersebut. Di tahun yang sama, LPM Pendapa Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa juga dibekukan karena menerbitkan berita yang mengkritisi kampus. 

"Sementara berdasarkan riset yang dilakukan PPMI, sepanjang tahun 2013-2016 terdapat 133 kasus kekerasan terhadap pers mahasiswa. Dari jumlah tersebut, sebanyak 65 kasus justru dilakukan oleh pihak birokrasi kampus berupa intimidasi perampasan media, hingga penyegelan sekretariat,"tandasnya. (uya)