Batanghari - Walau dengan peralatan seadanya, pinjam sana pinjam sini, seperti Kamera DSLR, lighting yg kami buat sendiri dari kardus bekas, microphone dari handphone teman teman, Cleaperboard yang kami dibuat sendiri dari papan bekas serta tiang nya hanya menggunakan kayu. Ibarat kata Orang Jambi Sekintang Dayo, akhirnya film hasil karya Putra Kelurahan Teratai yang berjudul BU.N.TU, singkatan dari Bujang Dan Tura, berhasil menyisihkan 977 judul film peserta lain dan menjuarai Festival Film Indonesia 2019 di Pelembang.
Hal ini sudah tentu membanggakan masyarakat Batanghari sendiri, Jambi, dan insan perfilman Indonesia. Apalagi film karya Dika Primadani tersebut, berhak mewakili Indonesia ke tingkat Internasional.
Siapakah Putra Teratai Batanghari yang membanggakan tersebut?
Dialah Andika Primadani (19), putra sulung dari 4 bersaudara dari pasangan Muslimin dan Rubiah, beralamatkan di RT 19 RW 01 Kelurahan Teratai Kecamatan Muara Bulian Kabupaten Batanghari, Jambi..
Dari wawancara Halojambinews via seluler maupun whatsapp dengan Dika yang merupakan jebolan SMAN 10 Batanghari serta kakak sulung dari Rahmat Nasbunallah Rahiman, Alfadenis Saputra dan Muspita Ardinda Putri tersebut, menceritakan kisah perjalanan hidupnya sampai mendalami dunia perfilman.
Selepas dari bangku sma pada 2018 lalu, dirinya diajak teman yang tinggal di Jakarta yang kebetulan mempunyai production house (PH), untuk bergabung. Karena jiwa seni yang melekat pada dirinya, akhirnya Dika berangkat ke Jakarta.
Di PH temannya tersebut, Dika setiap harinya, sambil bekerja, berusaha untuk belajar dunia visual. Pengalaman bekerja di PH tersebut, membuat Dika menguasai dunia visual pembuatan film, walaupun sebenarnya punya niat untuk kuliah seni di ISI Padang Panjang Sumbar.
Berangkat dari ilmu dan pengalaman tersebut, Dika kembali ke Tanah Jambi, dan menelusuri beberapa tempat untuk membuat sebuah produksi film di bawah naungan sebuah sanggar. Namun usaha tersebut, tidak berhasil, malahan rubuh. Malahan Dika sudah berusaha memperkenalkan proposal tentang usaha produksinya tersebut ke beberapa tempat Pemerintahan Jambi, namun ditolak.
Melihat hal yang tak berpihak pada nasibnya membuat dirinya tak patah arang. Dika dan teman-temannya, tetap membuat film pendek dengan biaya seadanya. Teman-temannya tetap mensupport supaya usaha ini berjalan terus. Karena tekad yang kuat, apalagi keinginan mengangkat nama Batanghari dalam produksi film, walaupun film pendek serta keinginan untuk mampu mengangkat budaya serta sejarah Batanghari, ke dalam dunia visual, menjadi cambuk untuk terus berproduksi.
Ketika mendapat khabar adanya sebuah ajang festival film se-Indonesia, Dika merasa terlecut untuk ikut dan menunjukkan bahwa dirinya serta teman-temannya mampu membuat film. Setelah berembuk dengan teman-teman yang juga merupakan crewnya sendiri, akhirnya Dika membuat script film, serta mengumpulkan para pemain, yang semuanya dari Jambi, termasuk Muara Bulian, yakni anak-anak disabilitas SLB Muara Bulian.
Film yang dibuat Dika, berjudul BU.N.TU yang singkatan Bujang Dan Tura ini, menceritakan tentang anak disabilitas yang ditinggal cerai oleh ayahnya dan tinggal bersama ibunya. Tak lama kemudian, ibunyapun meninggal karena sakit. Bujang dan Tura akhirnya diasuh oleh kakaknya. Karena kehidupan serba kekurangan dan tak sempurna, Bujang dan Tura setiap hari menerima cacian dan hinaan oleh warga lingkungannya.
Film pendek yang berlokasi shooting di Rangkayo Hitam Muara Bulian tersebut, akhirnya menyisihkan 977 judul film peserta lainnya Se Indonesia, dan berhasil menjadi Juara Pertama dan berhak menjadi wakil Indonesia di Ajang Festifal Film Internasional. Malahan, aktor yang diperani Saputra Yadi, penyandang disabilitas asal Kota Jambi, meraih juara Aktor Terbaik dalam ajang tersebut. Dika sendiri meraih nominasi 13 sutradara terbaik.
Dika yang sekarang menetap di Cengkareng Jakarta menitip pesan kepada putra-putri Bumi Serentak Bak Regam Batanghari, agar ketika kita menjalani sesuatu berlandaskan hobi, maka jalanilah. Tanpa harus memikirkan imbalan ataupun seberapa besarnya yg kita dapat. Karna hobi bukanlah peluang untuk uang, melainkan jalan untuk menorehkan karya. Jalanlah ke depan tanpa harus ragu, niscaya pundi rupiah pasti akan membuntuti kemana arah dan langkah kita. Hebat bukan berarti kita bisa, tapi bisa sudah pasti kita hebat. Ilmu tidak harus dituntut dibangku kuliah untuk kita yg mungkin kurang beruntung, karna dimana pun berpijak disitulah ribuan ilmu yang bisa kamu dapat dan kamu pelajari.
Satu lagi harapan Dika, semoga prestasi ini juga bisa ikut dirasakan oleh para petinggi Jambi, khususnya di Batanghari, yang selama ini mungkin tidak memberikan respon dan perhatian.
" Semoga dengan adanya ini, yang kelam biso celang, yang duduk biso tegak, yang tenggelam biso timbul, yang di bawah biso naik ke atas" kata Dika Primadani. (Fri)